Senin, 04 April 2011

PENERAPAN UU 19/2002 TENTANG HAK CIPTA TERHADAP KARYA CIPTA

Pengaturan Perlindungan Karya Cipta Musik di Indonesia

Perkembangan perdagangan internasional juga memunculkan HKI sebagai issu yang penting yang dipakai sebagai bagian dari instrumen perdagangan oleh negara-negara maju untuk memaksakan kehendaknya kepada negara berkembang dengan memasukkan HKI sebagai bagian tak terpisahkan dalam Perundingan Putaran Uruguay yang ditandai dengan terbentuknya the World Trade Organisation yang dalam Annex atau lampirannya memuat TRIPs (Trade Related Aspects on Intellectual Property Rights and Counterfeit Goods). Pemerintah Indonesia yang meratifikasi perjanjian WTO maka Indonesia juga harus meratifikasi Konvensi Bern karena konvensi ini merupakan salah satu dari tiga konvensi yang wajib diratifikasi oleh negara peserta WTO. KEPPRES no 18/1997 tentang ratifikasi Konvensi Bern pada tanggal 7 mei 1997 menjadi dasar bagi Pemerintah Indonesia untuk menyesuaikan UU hak cipta sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Konvensi Bern.

UU 19/2002 tentang Hak Cipta dalam pasal 12 menyatakan :

(1) Dalam undang-undang ini ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dibidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang mencakup:

  1. buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan dan semua karya tulis lain;
  2. ceramah, kuliah, pidato, dan semua ciptaan lain yang sejenis dengan itu;
  3. alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
  4. lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
  5. drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan dan pantomim;
  6. seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase dan seni terapan;
  7. arsitekrur;
  8. peta;
  9. seni batik;
  10. fotografi;
  11. sinematografi;
  1. terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, data base, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan

Perluasan obyek perlindungan hak cipta dalam undang-undang ini adalah diakuinya hak cipta atas data base yang sebelumnya tidak pernah diatur dalam undang-undang hak cipta sebelumnya. Pasal 12 huruf d UU 19/2002 tentang hak cipta memberikan definisi yang umum dan tidak membedakan jenis musik baik tradisional maupun bukan tradisional diakui memiliki perlindungan hukum yang sama. Dengan demikian apabila karya cipta musik indilabel dipandang sebagai aliran ataupun konsep bermusik yang bebas dari pengaruh pemilik modal, maka secara umum karya cipta musik indilabel masuk dalam kategori obyek perlindungan hak cipta sesuai dengan ketentuan pasal 12 huruf d UU 19/2002.

Pasal ini walaupun sudah memadai karena sesuai dengan ketentuan Konvensi

Bern dan TRIPs, ternyata masih meninggalkan persoalan yang masih bisa diperdebatkan terutama berkaitan dengan pengalihwujudan karya cipta. Dalam penjelasan pasal 12 huruf l menyatakan bahwa yang dimaksud dengan pengalihwujudan karya cipta adalah pengubahan bentuk , misalnya dari patung menjadi lukisan, cerita roman menjadi drama dan novel menjadi film. Penjelasan pasal 12 huruf l tidak memberikan jawaban atas perkembangan teknologi digital dan informasi teknologi yang dapat merubah karya musik dari format CD (compact Disc) menjadi MP3(MPEG1 layer 3),Winamp dan Windows Media Player yang memberikan peluang tindak pidana hak cipta atas karya musik (pembajakan) menjadi lebih mudah dan dengan kualitas yang sama baiknya dengan karya musik aslinya.

UU 19/2002 menyatakan dengan jelas bahwa pencipta atau pemegang hak cipta berhak mengajukan gugatan ganti rugi atas pelanggaran hak ekonomi dan hak moral, memohon penyitaan, gugatan penyerahan kembali penghasilan yang diperoleh dari tindak pidana hak cipta14. UU 19/2002 tentang hak cipta telah memberikan perlindungan hukum yang memadai bagi karya musik, termasuk karya musik indilabel di Indonesia. Namun demikian, undang-undang tersebut belum mengakomodasi kemajuan-kemajuan teknologi yang juga mempermudah terjadinya tindak pidana hak cipta, melalui pengalihwujudan dan penyebaran karya cipta.

PENERAPAN UU 19/2002 TENTANG HAK CIPTA TERHADAP KARYA CIPTA

PENERAPAN UU 19/2002 TENTANG HAK CIPTA TERHADAP KARYA CIPTA

Senin, 28 Maret 2011

Organisasi Amatir Radio Indonesia, disingkat ORARI, adalah satu-satunya wadah bagi amatir radio di Indonesia. Organisasi ini resmi berdiri pada 9 Juli 1968 atas dasar Peraturan Pemerintah RI No. 21 tahun 1967. Hingga tahun 2006, ORARI telah memiliki 31 ORARI Daerah dan 367 ORARI Lokal yang tersebar diseluruh pelosok Indonesia. Detail terbentuknya ORARI dapat dibaca pada Sejarah ORARI

ORARI adalah bagian dari International Amateur Radio Union (IARU) yang merupakan Organisasi Amatir Radio Dunia, karena kegiatan Amatir Radio adalah berskala Internasional.

Ketentuan yang mengatur kegiatan Amatir Radio diatur pula dalam Radio Regulation yang di keluarkan oleh International Telecommunication Union (ITU)

Amatir Radio adalah setiap orang yang mempunyai hobi dalam bidang Teknik elektronika radio dan komunikasi serta secara sukarela bersedia mengabdi kepada bangsa dan masyarakat.

Para amatir radio sedunia sadar bahwa kegiatan ini harus dilakukan secara tertib dan benar menurut kaidah hidup manusia dan peraturan yang berlaku secara internasional dan nasional oleh karena itu dalam melakukan kegiatannya mereka mempunyai dan berlandaskan KODE ETIK AMATIR RADIO.

Sejak keberadaannya di Indonesia diawal tahun 1925, Amatir radio Indonesia telah banyak membaktikan diri kepada bangsa, baik sebagai media perjuangan mempersiapkan dan merebut serta mengisi kemerdekaan, maupun memberikan konstribusi pemikiran dan gagasan baik yang bersifat teknik maupun regulasi serta melakukan operasi penanggulangan bencana serta dukungan komunikasi bukan dalam keadaan bencana.


kegiatan Amatir Radio

  • ARC, Amatir Radio Club, perkumpulan amatir radio biasanya dibawah lokal ORARI.
  • ARES, Amateur Radio Emergency Service, bantuan komunikasi pada saat bencana.
  • Contest, pertandingan berkomunikasi radio
  • DX, komunikasi jarak jauh antar benua
  • DX-pedition, expedisi / perjalanan ke tempat langka & beroperasi dari sana.
  • Field Day, bekerja di lapangan dengan peralatan minimal.
  • Fox Hunting, lomba mencari pemancar gelap.
  • Net, cek-in / absen secara periodik, biasanya setiap hari pada jam tertentu.
  • QRP, bekerja dengan daya kecil biasanya sekitar 1-5Watt saja.
  • QSL Card, pertukaran kartu tanda pernah berkomunikasi
  • Special Event Station, stasiun yang di operasikan pada acara / event khusus.
  • CORE (Communication and Rescue) ORARI, adalah program kegiatan yang dikembangkan sebagai bentuk kepedulian ORARI dalam menghadapi situasi kebencanaan, dan kedaruratan yang terjadi.





Senin, 14 Maret 2011

PERLINDUNGAN UNDANG-UNDANG HAK CIPTA TERHADAP PELANGGARAN HAK CIPTA UNTUK PROGRAM KOMPUTER

1. LATAR BELAKANG

Pelanggaran Hak Cipta Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Copyright’s violation)Hak Cipta Kekayaan Intelektual (HAKI) pertama kali disahkan pada tahun 1981 oleh Mahkamah Agung Amerika setelah kasus Diamond Vs Diehr bergulir. Hak paten atau hak cipta kekayaan intelektual sangat penting karena memberikan hak kepada perusahaan software tertentu untuk melindungi hasil karyanya dari pembajakan oleh perusahaan software lain sekaligus memberikan peluang bagi mereka untuk menjadikan software buatannya sebagai komoditas finansial yang dapat mendorong pertumbuhan industri. Dengan adanya hak cipta terhadap software, apabila terjadi pembajakan terhadap software tersebut maka pelakunya dapat dituntut secara hukum dan dikenakan sanksi yang berat. Maka, para perusahaan software pun berlomba-lomba mematenkan produknya tidak peduli betapa mahal dan sulitnya proses pengeluaran hak paten tersebut.

Namun di satu sisi, hak cipta kekayaan intelektual memberikan masalah baru terkait dengan aplikasinya oleh para pengguna di seluruh dunia.Disebarluaskannya penggunaan floppy disk drive pada PC hingga alat yang saat ini populer yaitu CD-RW dan DVD-RW membuat kasus pembajakan software semakin marak di seluruh dunia. Kemampuan alat ini untuk menciptakan software lebih banyak dimanfaatkan oleh pengguna komputer untuk menggandakan software dengan mudah tanpa mengurangi kualitas produknya. Bahkan produk hasil penggandaannya akan berfungsi sama seperti software yang asli.

Selain mengakibatkan kerugian pada perusahaan komputer yang menciptakan software, pembajakan juga mengakibatkan pelanggaran terhadap hak cipta kekayaan intelektual (HAKI).Memang tak dapat dipungkiri bahwa makin meluasnya penggunaan teknologi komputer untuk kantor maupun pribadi memungkinkan setiap individu di seluruh dunia untuk menggandakan software tanpa diketahui oleh pemilik hak cipta sehingga pembajakan software sulit untuk diawasi dan ditindak. Namun sejauh ini berbagai upaya tengah dilakukan pemerintah dan produsen software untuk melindungi properti intelektual hasil inovasi mereka dari pembajakan. Pemerintah mengeluarkan aturan hukum berkaitan dengan undang-udang tentang hak cipta kekayaan intelektual (HAKI) yang berisi tentang tata cara perlindungan software, berbagai bentuk pembajakan serta sanksi bagi pelaku pembajakan sofware. Aturan hukum ini tentunya akan mencapai titik keberhasilan apabila diikuti dengan penegakan hukum yang mendasar dimana kalangan korporat, pemerintahan, hingga para penegak hukum juga diharuskan menggunakan software asli dalam pemakaian teknologi di lingkungan mereka.

2. PEMBATASAN HAK CIPTA UNTUK PROGRAM KOMPUTER

Pembatasan Hak Cipta untuk program komputer Close Source berdasarkan UUHC pasal 14 huruf g, yaitu terhadap pembuatan salinan cadangan suatu program komputer oleh pemilik copy program komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri. Karena seorang pembeli hanya memiliki hak sebatas untuk menggunakan atau mengambil manfaat dari program komputer untuk kepentingannya sendiri tanpa batas waktu, sehingga jika kemudian pembeli program komputer menggandakan kembali atau menyewakan program komputer tersebut untuk tujuan komersil itu tidak dibenarkan.

Karena dalam jangka waktu 50 tahun suatu program sudah mengalami perubahan dan pemodifikasian sangat pesat. Sehingga tidak mustahil, program yang diumumkan 50 tahun yang lalu saat ini sudah tidak digunakan lagi, bahkan sudah tidak dikenal oleh generasi pengguna komputer sekarang. Contoh konkrit adalah program Lotus 123 yang kurang lebih 10 tahun yang lalu begitu dikuasai oleh para pengguna namun sekarang jarang sekali ada pengguna yang masih menggunakan program ini untuk dijalankan pada komputernya. Maksud dan tujuan dibatasinya jangka waktu perlindungan untuk setiap karya cipta agar pada karya tersebut ada fungsi sosialnya menjadi tidak terpenuhi untuk karya cipta program komputer. Sebabnya nilai ekonomis dari sebuah program kurang lebih hanya tiga tahun, setelah waktu tersebut program akan terus berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan bermunculan program-program baru, program lama akan dengan sendirinya ditinggalkan.

Perlu diingat bahwa penggunaan program komputer bukan untuk dinikmati karena keindahan dan estetikanya, tetapi karena kegunaannya atau berhubungan dengan fungsi dari program komputer itu sendiri. Ditambah lagi, dalam UUHC ada ketentuan yang mengecualikan program komputer dari tindakan perbanyakan yang dilakukan secara terbatas oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan, atau pendidikan dan pusat dokumentasi yang komersil yang semata-mata dilakukan untuk kepentingan aktivitasnya sehingga tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta. Dengan demikian tidak mengherankan jika sekarang banyak terjadi pembajakan program komputer, karena kebutuhan masyarakat terhadap komputer meningkat tetapi tidak diikuti dengan kemampuan membeli lisensi dengn harga relatif mahal, juga masyarakat tidak mempunyai cara lain untuk mendapatkan program dengan harga murah selain dengan membeli CD program bajakan. Hak Untuk menuntut Jika Terjadi Pelanggaran Indonesia telah memberikan perlindungan terhadap program komputer melalui UUHC yang terus disempurnakan, terakhir pada tahun 2002.

3. BENTUK-BENTUK PELANGGARAN TERHADAP PROGRAM KOMPUTER OPEN SOURCE

Untuk pelanggaran Hak Cipta dibidang komputer selain karena dilakukan perbanyakan dan pendisribusian tanpa izin dari pemegang Hak Cipta ada juga sebab lain yaitu apabila antara dua buah program komputer memiliki Source Code yang sama. Maka dimungkinkan telah terjadi peniruan terhadap salah satu program komputer, namun seberapa besarkah kesamaan dari Source Code tersebut sehingga dikatakan melanggar Hak Cipta. Konsep UUHC kita tidak memberikan perlindungan memberikan perlindungan yang bersifat kuantitatif, yaitu yang mengatur seberapa besar kemiripan antara kedua program komputer.

Untuk pelanggaran Hak Cipta dibidang komputer selain karena dilakukan perbanyakan dan pendisribusian tanpa izin dari pemegang Hak Cipta ada juga sebab lain yaitu apabila antara dua buah program komputer memiliki Source Code yang sama. Maka dimungkinkan telah terjadi peniruan terhadap salah satu program komputer, namun seberapa besarkah kesamaan dari Source Code tersebut sehingga dikatakan melanggar Hak Cipta. Konsep UUHC kita tidak memberikan perlindungan memberikan perlindungan yang bersifat kuantitatif, yaitu yang mengatur seberapa besar kemiripan antara kedua program komputer.

  1. Dalam lisensi ini biasanya mencakup ketentuan,
  2. Software tersebut boleh diinstal hanya pada satu mesin.
  3. Dilarang memperbanyak software tersebut untuk keperluan apapun (biasanya pengguna diberi kesempatan membuat satu buah backup copy).
  4. Dilarang meminjamkan software tersebut kepada orang lain untuk kepentingan apapun.

Berdasarkan batasan di atas maka tindakan menginstal program komputer ke dalam lebih dari satu mesin atau diluar ketentuan yang dikeluarkan oleh satu lisensi, pinjam meminjam program komputer dan menginstalnya, mengkopi atau memperbanyak program komputer tersebut, dapat dikategorikan sebagai tindakan pembajakan. Untuk pelanggaran Hak Cipta program komputer di Indonesia, paling banyak dilakukan pada Microsoft Software yaitu dengan dilakukan perbanyakan program komputer tanpa seijin perusahaan Microsoft.

Menurut Microsoft ada Empat macam bentuk pembajakan software, diantaranya:

  1. Pemuatan ke Harddisk: Biasanya dilakukan seseorang saat membeli personal komputer generik di toko komputer, yang oleh penjual langsung di install satu sistem operasi yang hampir seratus persen adalah Windows.
  2. Softlifting: Jika sebuah lisensi dipakai melebihi kapasitas penggunaannya seperti ada lima lisensi tetapi dipakai di sepuluh mesin komputer.
  3. Pemalsuan: Penjualan CDROM ilegal d.Penyewaan Software.
  4. Downloading Ilegal: Mendownload sebuah program komputer dari internet. Hukum copyright atau Hak Cipta yang melindungi ekspresi fisik dari suatu ide misal tulisan, musik, siaran, software dan lain-lain tumbuh ketika proses penyalinan dapat dibatasi tetapi untuk saat ini sulit untuk mencegah dilakukan penyalinan tersebut sehingga usaha untuk menerapkan monopoli pada usaha kreatif menjadi tidak beralasan.

Pada era tahun 1980 sampai dengan 1986 ketika perusahaan software sangat kuatir dengan masalah penyalinan ini, mereka memanfaatkan teknik proteksi disk yang membuat orang sulit menyalin disk atau program. Tetapi hal ini menyebabkan pengguna mengalami kesulitan untuk menggunakannya, maka setelah perusahaan perangkat lunak menyadari bahwa mereka tetap memperoleh keuntungan yang besar dari hal lain seperti servis dan pembelian perangkat lunak asli yang tetap tinggi maka mereka meniadakan proteksi penyalinan ini. Batasan-batasan yang diberikan oleh UUHC terhadap penggunaan program komputer menyebabkan banyak perbuatan yang dikategorikan sebagai perbuatan yang melanggar Hak Cipta.

KESIMPULAN
Semoga dengan adanya perlindungan undang-undang hak cipta di indonesia kita tidak seharusnya membuat pelanggaran dalam melaksanakan hak cipta, karna apabila kita melanggarnya maka kita akan mendapat sanksi dan merugikan pengguna hak cipta tersebut.marilah kita sebagai warga negara indonesia lebih terbuka lagi dalam melaksanakan hak cipta supaya negara kita lebih maju dan tidak rugi dalam hak cipta.

Jumat, 11 Maret 2011

PATENT DRAFTING WORKSHOP

Hingga saat ini tercatat sekitar 65.000 paten yang terdaftar di Indonesia. Namun sayangnya, kurang dari sepuluh persen paten dari jumlah tersebut yang didaftarkan oleh warga negara Indonesia. Banyak hasil penelitian di industri, perguruan tinggi atau lembaga litbang lainnya yang memiliki nilai komersial tinggi tidak memperoleh perlindungan yang memadai. Sebagai akibatnya hasil penelitian tersebut digunakan oleh pihak lain tanpa memberikan dampak ekonomi kepada peneliti atau inventor yang bersangkutan.

Pemerintah telah mencanangkan bahwa paten dan hak kekayaan intelektual lainnya merupakan aset yang diharapkan mampu memberi manfaat yang besar bagi masyarakat dan memacu pertumbuhan ekonomi. Terutama bagi lembaga litbang yang dibiayai oleh pemerintah, paten menjadi salah satu wujud pertanggungjawaban dan akuntabilitas publik atas pelaksanaan kegiatan litbang.

Paten merupakan indikator keberhasilan capaian teknologi suatu perusahaan, perguruan tinggi maupun lembaga litbang. Tingginya produktivitas paten di masing-masing perusahaan dan lembaga akan memperkaya perolehan paten dalam negeri yang pada akhirnya berdampak pada peningkatan daya saing bangsa.

Tujuan :

  1. Mengajak peserta untuk menjadi drafter paten profesional.
  2. Memberikan pemahaman bagi peserta seluk beluk paten dan hubungannya dengan cabang Hak Kekayaan Intelektual lainnya.
  3. Memberikan kemampuan untuk melakukan penelusuran kebaruan atas invensi yang akan dimintakan perlindungan.
  4. Peserta diharapkan dapat membuat dokumen paten dan cara mengajukan permohonan perlindungannya.
  5. Peserta mampu mengeksplorasi nilai ekonomis invensi dan memberikan perlindungan yang optimal.
  6. Peserta memiliki bekal pengetahuan yang cukup tentang aspek-aspek lain yang terkait dengan perlindungan paten.
  7. Membangun kesadaran untuk melindungi setiap invensi yang dihasilkan dan bagaimana strategi pemanfaatannya.
  8. Peserta diarahkan untuk manguasai teknik menuliskan dokumen paten secara professional untuk membantu para pengguna.
Materi Pelatihan :

1. Pengetahuan Dasar Paten,
- Prinsip-prinsip paten.
- keterkaitan paten dengan cabang HKI lainnya.
- Subjek Paten dan Hak yang Lahir dari Rezim Paten.

2. Patentabilitas,
- Syarat-syarat paten
- Pengujian Kebaruan
- Melihat Langkah Invenstif
- Spotting Perlindungan

3. Teknik Penelusuran Dokumen Paten
Membandingkan invensi dengan prior art yang dapat di akses dari data base:
- USPTO; Espacenet; Google Patent
- Teknik penelusuran dengan software : Matheo Patent.
- Praktek Penelusuran Paten

4. Teknik Pembuatan Dokumen Paten
- Merumuskan spesifikasi invensi.
- Menuliskan Deskripsi Paten.
- Eksplorasi Invensi & Teknik Menyajikan Gambar.
- Mengkonstruksi Klaim.

5. Lisensi dan Alih Teknologi
- Perjanjian Lisensi
- Skema Lisensi.
- Valuasi paten.

6. Latihan & Studi Kasus
Kesimpulan:
semoga dengan adanya patent ini kita masyarakat indonesia akan lebih mengerti kewajiban dari patent yang dimana kita harus mandaftarkan kelembaga pemerintah,supaya dapat perlindungan dari pemerintah.akibatnya apabila kita tidak daftarkan maka yang memgang hasil penelitian digunakan oleh pihak orang lain tanpa memberikan dampak ekonomi pada peneliti atau investor dan merugikan pertumbuhan ekonomi di pemerintahan.

ISO 26000 : Tanggung jawab sosial

Itu jelas. Tidak ada sertifikasi ISO 26000 : tanggung jawab sosial,

ISO, orgasnisasi pengembang standar terbitan baru ISO 26000 memberikan panduan untuk tanggung jawab sosial, adalah menjelaskan point yang menyebutkan ISO 26000 tidak dapat dan tidak boleh digunakan untuk sertifikasi. ISO menunjukkan bahwa ia akan mengambil tindakan terhadap klaim sertifikasi jika menggunakan standar tersebut. portofolio ISO dari 18.500 standar termasuk sejumlah standar sistem manajemen seperti ISO 9001 untuk manajemen mutu, yang telah secara khusus dikembangkan dan dapat digunakan untuk sertifikasi. Ini berarti bahwa suatu lembaga sertifikasi audit sistem manajemen organisasi dan mengeluarkan sertifikat yang sesuai dengan persyaratan standar Namun, ISO 26000 bukan merupakan standar sistem manajemen dan secara khusus tidak mengandung persyaratan terhadap mana suatu organisasi atau sistem manajemen yang dapat diaudit dan disertifikasi.

ISO 26000 memberikan pedoman tentang apa tanggung jawab sosial dan bagaimana organisasi dapat beroperasi secara sosial bertanggung jawab. Selanjutnya, ruang lingkup ISO 26000 membuatnya sangat jelas bahwa tidak akan digunakan untuk sertifikasi, menyatakan: “Ini standar internasional bukan merupakan standar sistem manajemen. Hal ini tidak dimaksudkan atau layak untuk keperluan sertifikasi atau menggunakan peraturan atau kontrak. Setiap menawarkan untuk mengesahkan, atau klaim untuk sertifikasi ISO 26000 akan menjadi keliru tentang maksud dan tujuan dan penyalahgunaan dari standar internasional. Karena ini standar internasional tidak mengandung persyaratan, setiap sertifikasi tersebut tidak akan menjadi demonstrasi kesesuaian dengan standar internasional “ISO memperkuat posisi di atas dengan menyatakan:. · – ISO 26000 memiliki tujuan global meningkatkan tanggung jawab sosial, keberlanjutan dan perilaku etis dalam semua jenis organisasi · – Tidak akan ada sertifikasi terakreditasi ISO 26000 karena ini adalah bertentangan dengan maksud dan semangat ° standar – Setiap klaim sertifikasi ISO 26000 adalah menyesatkan dan tidak demonstrasi kesesuaian dengan ISO 26000 · – anggota ISO akan melaporkan setiap organisasi yang menyediakan sertifikasi ISO 26000 untuk ISO Tengah Sekretariat · – ISO wajib mengkomunikasikan ini kepada anggotanya yang akan diminta untuk berkomunikasi di dalam negara mereka sendiri untuk regulator, stakeholder dan industri. ISO mengembangkan standar tetapi tidak melakukan audit dan sertifikasi untuk standar perusahaan, maupun akreditasi dari lembaga sertifikasi yang beroperasi secara independen dari ISO.

ISO tidak mengendalikan kegiatan baik badan akreditasi atau badan sertifikasi dan logo ISO tidak muncul pada sertifikat kesesuaian dengan standar ISO. Namun, ISO mengembangkan standar untuk mendorong praktek yang baik di seluruh dunia dalam kegiatan penilaian kesesuaian, termasuk sertifikasi. Forum Akreditasi Internasional (IAF) memiliki anggota yang “akreditasi” (menyetujui) sebagai badan sertifikasi yang berwenang untuk melaksanakan sertifikasi mereka. Pertemuan baru-baru ini IAF melewati resolusi berikut: “Majelis Umum, yang bertindak berdasarkan rekomendasi dari Komite Teknis, memutuskan bahwa tidak akan ada sertifikasi terakreditasi ISO 26000 (publikasi tanggal 1 November 2010) ISO 26000 secara eksplisit menyatakan bahwa. itu tidak ditujukan atau sesuai untuk sertifikasi, dan sertifikasi setiap akan menjadi penyalahgunaan standar. Oleh karena itu, Lembaga Sertifikasi sangat disarankan untuk tidak mempromosikan atau menyediakan sertifikasi ISO 26000 dan Lembaga Akreditasi dan Lembaga Sertifikasi diminta untuk melaporkan penyalahgunaan atau perlu untuk sertifikasi, ke Sekretariat ISO Pusat. “